BAB I. PENDAHULUAN
1.1
Dasar Teori
Pemakaian
bahan bakar fosil saat ini masih menjadi prioritas untuk segala kebutuhan
manusia, diantaranya untuk kegiatan industri, pembangkit listrik dan bahan bakar
kendaraan bermotor. Tingkat ekonomi yang lebih baik menyebabkan jumlah
kendaraan bermotor meningkat dengan tajam, sehingga asap pembakaran yang
dihasilkan menjadi salah satu penyumbang gas karbon dioksida yang besar. Keadaan yang demikian perlu dicarikan solusi
untuk menemukan bahan bakar ramah lingkungan yang dapat menggantikan penggunaan
bahan bakar fosil dalam pemenuhan kebutuhan manusia. Salah satu sumber energi
yang dapat digunakan untuk menggantikan bahan bakar fosil adalah etanol.
Penggunaan etanol sebagai bahan bakar bukan hal yang baru karena beberapa
industri telah menggunakannya (Sunarto 2013).
Bioetanol
dapat dibuat dari sumber daya hayati yang melimpah di Indonesia. Bioetanol
dibuat dari bahan-bahan bergula atau berpati seperti singkong atau ubi kayu,
tebu, nira, sorgum, nira nipah, ubi jalar, ganyong dan lain-lain. Hampir semua
tanaman yang disebutkan diatas merupakan tanaman yang sudah tidak asing lagi,
karena mudah ditemukan dan beberapa tanaman tersebut digunakan sebagai bahan
pangan. Bahan yang belum dimanfaatkan sebagai penghasil sumber karbohidrat
adalah bonggol pisang. Bonggol pisang memiliki komposisi 76% pati, 20% air, sisanya
adalah protein dan vitamin. Kandungan karbohidrat bonggol pisang tersebut
sangat berpotensi sebagai sumber bahan bakar nabati yaitu bioethanol (Susana,
2005).
1.2.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana proses pembuatan
bioethanol dari bonggol pisang ?
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui proses pembuatan bioethanol dari bonggol pisang dengan bantuan enzim.
BAB II. LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Bioetanol
Bioetanol merupakan
cairan hasil proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat (pati) menggunakan
bantuan mikroorganisme. Produksi bioetanol dari tanaman yang mengandung pati
atau karbohidrat, dilakukan melalui proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa)
dengan beberapa metode diantaranya dengan hidrolisis asam dan secara enzimatis. Metode hidrolisis secara enzimatis
lebih sering digunakan karena lebih ramah
lingkungan dibandingkan dengan katalis asam. Glukosa yang diperoleh selanjutnya
dilakukan proses fermentasi atau peragian dengan menambahkan yeast atau ragi
sehingga diperoleh bioetanol sebagai sumber energy (Anonim, 2007).
2.2 Fermentasi
Proses fermentasi
dilakukan menggunakan mikroorganisme yang mampu menghasilkan alkohol. Mikroorganisme
yang sering digunakan adalah Sacharomyces cereviceae. Salah satu inokulum atau
starter yang mengandung mikroorganisme S. cereviceae dikenal sebagai tablet
ragi. Tablet ragi digunakan untuk membuat berbagai macam makanan fermentasi
seperti tape ketan atau singkong, tempe, oncom, serta brem cair atau padat.
Pada umumnya ragi yang digunakan untuk membuat makanan fermentasi seperti tape
dan tempe mengandung lebih dari satu jenis mikroorganisme, yaitu khamir, kapang
dan bakteri. Campuran beberapa jenis mikroorganisme pada ragi tape memberi
keuntungan dalam memfermentasi bonggol pisang menjadi bioetanol. Hal ini
disebabkan adanya enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme lain yang dapat
membantu menghidrolisis pati menjadi glukosa. Proses fermentasi dipengaruhi
banyak faktor, diantaranya adalah konsentrasi ragi dan lama fermentasi
2.3 Manfaat Bonggol Pisang
Bonggol pisang dapat dimanfaatkan untuk diambil patinya yang menyerupai pati tepung sagu dan tepung tapioka. Potensi kandungan pati bonggol pisang yang besar dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar alternatif, yaitu bioetanol. Bahan berpati yang digunakan sebagai bahan baku bioetanol disarankan memiliki sifat yaitu berkadar pati tinggi, memiliki potensi hasil yang tinggi, fleksibel dalam usaha tani dan umur panen yang pendek. Batang pisang dapat digunakan sebagai bahan dasar kertas daur ulang, bahan anyaman kerajinan, dan pakan ternak. Jantung pisang dapat digunakan sebagai bahan makanan seperti dendeng jantung pisang. Kulit pisang dapat dimanfaatkan sebagai produk olahan makanan, seperti nata dan roti. Bagian bonggol pisang juga bermanfaat sebagai bahan baku obat, yaitu dapat mengobati penyakit disentri, pendarahan usus, obat kumur serta untuk memperbaiki pertumbuhan dan menghitamkan rambut (Rosdiana 2009).
BAB III. BAHAN DAN ALAT
3.1
Bahan
Bahan
yang digunakan adalah limbah bonggol pisang yang diperoleh dari perkebunan
Rungkut Asri Surabaya, saccaromyces cereviseae, enzim alfa-amilase dan enzim
gluko-amilase dibeli di Toko Tristan, Rungkut Mapan Surabaya.
3.2
Alat
Alat yang digunakan berupa seperangkat alat hidrolisis dan seperangkat alat fermentasi dan seperangkat alat distilasi.
BAB
IV. PROSES DAN HASIL PRODUKSI
4.1 Proses Produksi
4.1.1
Proses Hidrolisis
200 gr bonggol pisang dimasukkan
dalam labu leher tiga, ditambah aquadest sampai 2000 ml dan enzim alfa-amilase
sebanyak 20 ml (proses likuifikasi) dengan suhu 90° C-95 °C selama 2 jam dan
larutan didinginkan. Kemudian masuk proses sakarifikasi menggunakan enzim
gluko-amilase sebanyak 20 ml dan dipanaskan pada suhu 60 °C – 66 °C selama 3
jam, lalu filtrat diambil dan dilanjutkan dengan proses fermentasi.
4.1.2
Proses Fermentasi
Sebanyak 350 ml filtrat dari
proses hidrolisis dimasukkan ke dalam botol fermentor dan ditambahkan starter
Saccaromyces Cereviseae dengan variabel 8%, 9% dan 10% (v/v) dan dikocok. Tutup
botol fermentasi hingga rapat dan gas dialirkan dengan botol lain yang berisi
air. Fermentasi dijalankan sesuai variabel waktu, yaitu 2 hari, 3 hari, 5 hari,
7 hari, dan 8 hari dengan suhu fermentasi 30 °C kemudian saring dan ambil
filtrat terbaik untuk proses distilasi.
4.1.3
Proses Distilasi
Filtrat
hasil fermentasi didistilasi pada suhu 78 °C untuk mendapatkan kadar etanol
yang lebih tinggi dan kemudian dianalisa kadar etanolnya.
4.2 Hasil dan Pembahasan
4.2.1 Fermentasi
Gambar 1, menunjukkan bahwa kurva pertumbuhan bakteri mengalami empat fase, yaitu fase lag yang menunjukkan saccharomyces cerevisiae mulai beradaptasi untuk tumbuh ditunjukkan pada waktu 0-10 jam, Pada fase ini mikroba merubah substrat menjadi nutrisi untuk pertumbuhannya. Jika ditemukan senyawa kompleks yang tidak dikenalinya, mikroba akan memproduksi enzim untuk merombak senyawa tersebut (Casselman 2005). Kemudian dilanjutkan dengan fase log pada waktu 14-26 jam dimana mengalami pertumbuhan yang pesat dikarenakan adanya aktifitas pertumbuhan yang tinggi juga terlihat dari penurunan pH yang cukup tajam . Adanya penurunan kecepatan tersebut terjadi karena dua sebab, yaitu adanya penurunan konsentrasi nutrisi karena habis terkonsumsi dan munculnya metabolit tertentu yang menghambat pertumbuhan sel (Chomsri et al. 2005). Setelah itu pada waktu 26-28 jam terjadi fase stasioner dimana saccharomyces cerevisiae sudah tidak mengalami pertumbuhan lagi. Pada fase ini jumlah nutrisi dalam substrat sudah jauh berkurang dan tidak mencukupi untuk pertumbuhan kultur (Casselman,2005), dan selanjutnya merupakan fase kematian. Dari pengamatan kurva pertumbuhan tertinggi terjadi pada jam ke 10, sehingga biakan yang paling baik digunakan untuk proses fermentasi pada jam ke 10.
4.2.2
Kadar Etanol
Gambar 2, dapat disimpulkan bahwa lama waktu fermentasi mempengaruhi kadar etanol yang didapatkan. Kondisi maksimum dari proses fermentasi terjadi pada hari ke-7 dengan konsentrasi starter 9% dan kadar alkohol yang didapatkan sebesar 9,90%. Hubungan antara kadar etanol dengan waktu fermentasi yang dihasilkan juga linier, semakin tinggi waktu fermentasi maka semakin tinggi pula kadar etanolnya. Hal ini dikarenakan aktifitas mikroba mengalami pertumbuhan dengan berkembang biak sehingga alkohol yang dihasilkan semakin banyak..Dari kadar etanol yang didapat dari kondisi terbaik tersebut dilanjutkan pada proses distilasi untuk mendapatkan kadar etanol yang lebih tinggi lagi dengan dipanaskan pada suhu 78 °C selama 9 jam dan menghasilkan bioetanol dengan konsentrasi 30,59 %.
BAB
V. KESIMPULAN
Dari isi makalah dapat disimpulkan bahwa kandungan pati (karbohidrat) dalam bonggol pisang kepok sebesar 48,26%. Dari hasil tersebut maka memungkinkan untuk dijadikan bioetanol dengan cara proses hidrolisis menggunakan enzim yang kemudian dilanjutkan dengan proses fermentasi. Dari proses hidrolisis menggunakan enzim alfa-amilase dan enzim gluko-amilase didapatkan hasil uji glukosa sebesar 10,05%, dari hasil ini maka bahan tersebut dapat dilanjutkan sampai pada tahap fermentasi. Pada proses fermentasi kondisi terbaik diperoleh pada penambahan starter dengan konsentrasi starter 9 % dan waktu fermentasi selama 7 hari yang menghasilkan kadar etanol sebesar 9,90%. Proses destilasi dilakukan selama 9 jam dan menghasilkan bioetanol dengan konsentrasi 30,59%.
DAFTAR PUSTAKA
Eko Prasetyo (2012). Pengaruh Konsentrasi Ragi Tape
dan Lama Fermentasi dalam Pembuatan Bioetanol menggunakan Substrat Bonggol
Pisang. Yogyakarta: FMIPA Kimia UNY.
Sunarto,Dkk. 2013. Pemanfaatan
limbah bonggol pisang sebagai bahan baku pembuatan bioethanol. J. Sains Dasar
2013 2(1) 48 – 52, Jurusan Pendidikan
Kimia, FMIPA UNY, Karangmalang, Yogyakarta
Susana,dkk. 2005. Pembuatan
Bioetanol Dari Kulit Pisang.Program Studi Teknik Kimia UPN Veteran Yogyakarta
Tim Penyusun. 2012. Petunjuk Praktikum
Mikrobiologi Industri Jurusan Teknik Kimia UPN “Veteran” Jatim Surabaya.
Wayan warsa. 2013. Bioetanol Dari
Bonggol Pisang. Jurnal Teknik Kimia, Vol.8, No.1, Jurusan Teknik Kimia Fakultas
Teknologi Industri UPN “Veteran” Jawa Timur
0 komentar:
Posting Komentar