I.PENDAHULUAN
1.1. Dasar Teori
Spektofotometri adalah salah satu metode dalam kimia analisis yang digunakan untuk menentukan komposisisi suatu sampel baik secara kuantitatif  dan kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan cahaya, peralatan yang digunakan dalam spektrofotometri adalah spektrofotometer. Cahaya yang dimaksud dapat berupa cahaya visibel, UV dan inframerah, sedangkan materi dapat berupa atom dan molekul namun yang lebih berperan adalah elektron valensi. Dalam interaksi materi dengan cahaya atau radiasi elektromagnetik, radiasi elektromagnetik yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah cahaya matahari. Interaksi materi dengan cahaya atau radiasi elektromagnetik kemungkinan dihamburkan, diabsorbsi atau dihamburkan sehingga dikenal adanya spektroskopi hamburan, spektroskopi absorbsi ataupun spektroskopi emisi. Pengertian spektroskopi atau spektrofotometri pada dasarnya sama yaitu didasarkan pada interaksi antara materi dengan radiasi elektromagnetik, namun pengertian spektrofotometri lebih spesifik atau pengertiannya lebih sempit karena ditunjukkan pada interaksi antara materi dengan cahaya baik dilihat maupun yang tak terlihat. Sedangkan pengertian spektroskopi lebih luas misalnya cahaya maupun medan magnet termasuk gelombang elektromagnetik (Agus. 2010).
       Radiasi elektromagnetik memiliki sifat ganda yang disebut sebagai sifat dualistik cahaya yaitu sebagai gelombang dan sebagai partikel-partikel energi yang disebut foton. Karena sifat tersebut maka beberapa parameter perlu diketahui misalnya panjang gelombang, frekuensi dan energi tiap foton. Panjang gelombang didefinisikan sebagai jarak antara dua puncak gelombang. Hubungan dari ketiga parameter tersebut dirumuskan oleh Planck yang dikenal dengan persamaan Planck, hubungan antara panjang gelombang frekuensi dirumuskanc= . v atau = c/v atau v= c/Æ›. Persamaan Planck hubungan antara energi tiap foton dengan frekuensi dirimuskan dengan E= h . v atau E= h . c/Æ›, dimana E adalah energi tipa foton, h adalah tetapan Planck (6,629 x 10-34 j.s), v adalah frekuensi sinar dan c adalah kecepatan cahaya (3 x 108 m.s-1). Dari rumus yang diketahui bahwa energi dan frekuensi tiap foton akan berbanding terbalik dengan panjang gelombang tetapi energi yang dimiliki suatu foton akan berbanding lurus dengan frekuensinya (Amirullah. 2006).
1.2. Tujuan
Tujuan Praktikum Analisis Bahan dan Hasil Industri dengan materi Penentuan Kadar Vitamin  C dengan Metode Spektrofotometri yaitu:
1. Mengetahui dan memahami prinsip dasar penentuan kadar senyawa dengan metoda spektrofotometri
2. Mampu menetapkan kadar senyawa berdasarkan metoda spektrofotometri


II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1    Jenis- Jenis Spektrofotometri
Jenis- Jenis spektrofotometri berdasakan cahaya yang digunakan antara lain
a). Spektrofotometri Vis (Visible) Pada spektrofotometri ini yang digunakan sebagai sumber sinar adalah cahaya tampak (visible). Cahaya variable termasuk spectrum elektro magnetik yang dapat ditangkap oleh mata manusia. Panjang gelombang sinar tampak adalah 380-750 nm. Sehingga semua sinar yang didapat berwarna putih, merah, biru, hijau. Apapun itu, selama ia dapat dilihat oleh mata maka sinar tersebut termasuk dalam sinar tampak (visible). Sample yang dapat dianalisa dengan metode ini hanya sampel yang memiliki warna. b). Spektofotometri UV (ultraviolet), spektrofotometri UVberdasarkan interaksi sampel dengan sinar UV. Sinar UV memiliki panjang gelombang 190-380 nm. Sinar UV tidak dapat dideteksi dengan mata, sehingga senyawa yang dapat menyerap sinar ini terkadang merupakan senyawa yang tidak memiliki warna, bening dan transparan; c). Spektrofotometri UV-Vis, merupakan alat dengan teknik spektrofotometer pada daerah ultra-viole tdan sinar tampak. Alat ini digunakan mengukur serapan sinar ultra violet atau sinar tampak oleh suatu materi dalam bentuk larutan; d). Spektrofotometer (IR) spektrofotometri ini berdasar pada penyerapan panjang gelombang inframerah. Cahaya inframerah terbagi menjadi inframerah dekat, inframerah pertengahan dan jauh. Inframerah pada spektrofotometri adalah inframerah jauh dan pertengahan yang mempunyai panjang gelombang 25-1000 µm.

2.2.   Vitamin C
          Vitamin C atau asam askorbat merupakan kristal putih yang larut dalam air. Vitamin C cukup stabil dalam keadaan kering, namun dalam keadaan larut vitamin C mudah rusak karena teroksidasi. Oksidasi dipercepat dengan adanya tembaga dan besi. Struktur asam askorbat (Vitamin C) adalah turunan heksosa dan di klasifikasikan sebagai karbohidrat yang berkaitan dengan monosakarida, sehingga strukturnya sangat mirip glukosa pada sebagian besar mamalia yaitu L-asam askorbat (bentuk tereduksi) dan L-asam dehidroaskorbat terjadi bila bersentuhan dengan tembaga,panas atau alkali (Iswari,2006).
Vitamin C dengan ion akan membentuk ikatan dengan atom C nomor 2 dan 3 sehingga ikatan rangkap hilang. Penentuan vitamin C dapat dilakukan dengan titrasi iodin seperti reaksi diatas. Indikator yang dipakai adalah amilum. Akhir titrasi ditandai dengan terjadinya warna biru dan iod amilum. Perhitungan kadar vitamin C dengan standarisasi larutan iodin yaitu tiap 1 ml 0,01N iodin ekuivalen dengan 0.08mg asam askorbat.( Sudarmaji,2007)




I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahan pangan pada umumnya tidak dikonsumsi dalam bentuk seperti bahan mentahnya, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis pangan lain. Selain untuk menambah ragam pangan, pengolahan pangan juga bertujuan untuk memperpanjang masa simpan bahan pangan tersebut. Penangan bahan pangan yang tidak benar dapat mengakibatkan kerusakan yang cukup tinggi. Kerusakan pangan merupakan perubahan sifat fisik, kimiawi dan mikrobiologi yang ditolak oleh konsumen pada bahan pangan yang masih segar maupun  yang  telah  diolah.   Perubahan  sifat  tersebut  dapat  disebabkan  oleh beberapa faktor seperti adanya mikroorganisme. Kerusakan bahan pangan dapat merugikan masyarakat dalam proses konsumsi karena memberikan dampak yang negatif terhadap kesehatan.   Kerusakan bahan pangan dapat dicegah dengan penambahan senyawa antioksidan dan antimikroba. Senyawa antimikroba didefinisikan sebagai senyawa biologis atau kimia yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Zat aktif dalam yang terkandung dalam beberapa ekstrak tumbuhan diketahui dapat menghambat beberapa mikroba patogen maupun perusak makanan, sehingga zat aktif yang terkandung dapat dijadikan sebagai komponen pengawet alami. Semua makluk hidup memerlukan makanan untuk pertumbuhan dan mempertahankan kehidupannya. Bakteri, khamir dan kapang, insekta dan rodentia (binatang pengerat) selalu berkompetisi dengan manusia untuk mengkonsumsi persediaan pangannya. Senyawa organik yang sangat sensitif dalam bahan pangan, dan keseimbangan biokimia dari senyawa tersebut, akan mengalami destruksi oleh hampir semua variabel lingkungan di alam. Panas dan dingin, cahaya, oksigen, kelembaban,  kekeringan,  waktu,  dan  kandungan  enzim  dalam  bahan  pangan  itu sendiri, semua cenderung merusakkan bahan pangan. Suatu  bahan  rusak  bila  menunjukkan  adanya  penyimpangan  yang  melewati batas yang dapat diterima secara normal oleh panca indera atau parameter lain yang biasa digunakan (Susiwi, 2009).


1.2 Tujuan
Tujuan praktikum Penyimpanan dan Pengawetan Pangan dengan materi Kerusakan Bahan Pangan adalah :
1. Mahasiswa mengetahui penyebab, tanda fisik dan akibat kerusakan pangan
2. Menilai kualitas bahan


II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bahan Pangan
Bahan pangan yakni sumber bahan makanan yang bisanya berasal dari tumbuhan dan hewan, yang dimana bahan makanan itu bisa dimakan atau dikonsumsi untuk dapat memenuhi kebutuhan nutrisi manusia. Yang setiap makhluk hidup, terutama manusia sangat memerlukan bahan pangan untuk makan, sebab tanpa makanan, manusia akan sulit dalam mengerjakan aktivitas sehari-harinya. Makanan bisa membantu manusia dalam mendapatkan energi, dan membantu pertumbuhan badan dan otak. Walaupun begitu setiap bahan pangan memiliki kandungan gizi yang berbeda. Protein, karbohidrat dan lemak ialah salah satu contoh gizi yang akan didapatkan dari bahan pangan. Komponen utama bahan pangan yaitu: Air; Protein, karbohidrat dan lemak. Disamping itu juga mengandung zat anorganik dalam bentuk mineral dan komponen organik misalnya vitamin, asam, antioksida, pigmen dan komponen cita rasa. Jumlah masing-masing komponen berbeda-beda tergantung sifat alamiah bahan.Mutu pangan bersifat multi dimensi dan mempunyai banyak aspek. Aspek-aspek mutu pangan tersebut antara lain adalah aspek gizi (kalori, protein, lemak, mineral, vitamin, dan lain-lain) aspek selera (indrawi, enak, menarik, segar) m’ aspek bisnis (standar mutu, kriteria mutu) serta aspek kesehatan (jasmani dan rohani) kepuasan konsumen berkaitan dengan mutu. Gizi pangan adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang terdiri atas karbohidrat, 8 protein, lemak. vitamin, dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia (Andri Cahyo, 2013).
2.2 Kerusakan Bahan Pangan
Kerusakan pangan merupakan perubahan sifat fisik, kimiawi dan mikrobiologi yang ditolak oleh konsumen pada bahan pangan yang masih segar maupun  yang  telah  diolah. Faktor utama penyebab kerusakan pangan adalah pertumbuhan dan aktivitas mikroba, aktifitas enzim-enzim didalam bahan pangan, serangga parasit, kadar air, udara, sinar, waktu. Bila ditinjau dari penyebabnya, kerusakan bahan pangan dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu: a). Kerusakan Mikrobiologis, Pada umumnya kerusakan mikrobiologis tidak hanya terjadi pada bahan mentah, tetapi juga pada bahan setengah jadi maupun pada bahan hasil olahan. Kerusakan ini sangat merugikan dan kadang-kadang berbahaya bagi kesehatan karena racun yang diproduksi, penularan serta penjalaran kerusakan yang cepat. Penyebab kerusakan mikrobiologis adalah bermacam-macam mikroba seperti kapang, khamir dan bakteri. Cara perusakannya dengan menghidrolisa atau mendegradasi  makromolekul  yang menyusun  bahan  tersebut menjadi  fraksi-fraksi yang lebih kecil; b). Kerusakan Mekanis, Kerusakan mekanis disebabkan adanya benturan-benturan mekanis. Kerusakan ini terjadi  pada benturan antar  bahan,  waktu  dipanen  dengan  alat,  selama pengangkutan (tertindih atau tertekan) maupun terjatuh, sehingga mengalami bentuk atau cacat berupa memar, tersobek atau terpotong; c). Kerusakan Fisik, Kerusakan fisik ini disebabkan karena perlakuan-perlakuan fisik. Misalnya terjadinya  “case hardening karena penyimpanan dalam gudang basah menyebabkan bahan seperti tepung kering dapat menyerap air sehingga terjadi pengerasan atau membatu. Dalam pendinginan terjadi kerusakan dingin   (chilling injuries) atau kerusakan beku (freezing injuries) dan freezer burn” pada bahan yang dibekukan. Sel-sel tenunan pada suhu pembekuan akan menjadi kristal es dan menyerap air dari sel sekitarnya. Akibat dehidrasi ini, ikatan sulfihidril (SH) dari protein akan berubah menjadi ikatan disulfida (SS–), sehingga fungsi protein secara fisiologis hilang, fungsi enzim juga hilang, sehingga metabolisme berhenti dan sel rusak kemudian membusuk. Pada umumnya kerusakan fisik terjadi bersama-sama dengan bentuk kerusakan lainnya; d). Kerusakan Biologis, Yang dimaksud dengan kerusakan biologis yaitu kerusakan  yang disebabkan karena kerusakan fisiologis, serangga dan binatang pengerat (rodentia). Kerusakan fisiologis meliputi kerusakan yang disebabkan oleh reaksi-reaksi metabolisme dalam bahan atau oleh enzim-enzim yang terdapat didalam bahan itu sendiri secara alami sehingga   terjadi   autolisis   dan   berakhir   dengan   kerusakan   serta   pembusukan; e).  Kerusakan Kimia, Kerusakan kimia dapat terjadi karena beberapa hal, diantaranya :  “coating atau enamel, yaitu terjadinya noda hitam   FeS pada makanan kaleng karena terjadinya reaksi lapisan dalam kaleng dengan   HS yang diproduksi oleh makanan tersebut. Adanya perubahan pH menyebabkan suatu jenis pigmen mengalami perubahan warna, demikian  pula  protein  akan  mengalami  denaturasi  dan  penggumpalan.  Reaksi browning dapat terjadi secara enzimatis maupun non-enzimatis. Browning non- enzimatis merupakan kerusakan kimia yang mana dapat menimbulkan warna coklat yang tidak diinginkan.


III.        BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Pengawetan dan Penyimpanan Pangan dengan materi Kerusakan Bahan Pangan yang dilaksanakan pada hari jumat, 17 Januari 2020 – hari minggu 19 Januari 2020 pada pukul 13:00-14:30 WIB, bertempat di Laboratorium Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya.
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada praktikum Pengawetan Dan Penyimpanan Pangan dengan materi Kerusakan Bahan Pangan adalah kertas, pulpen penggaris, pisau, dan keranjang. Sedangkan bahan yang digunakan adalah tomat, mentimun, bayam, pisang dan kacang tanah.
3.3 Cara Kerja
Adapun cara kerja pada praktikum Pengawetan Dan Penyimpanan Pangan dengan materi Kerusakan Bahan Pangan  yaitu sebagai berikut :
1.    Menyiapkan alat dan bahan
2.    Memotong setiap bahan menjadi 2 bagian, kemudian mendokumentasikan hasil pengamatan
3.    Mengamati  sifat fisik kenampakan  pada masing-masing bahan
4.    Mengamati kerusakan fisik, kemudian mengamati kerusakan kimia dan kerusakan biologis pada masing-masing bahan (tomat, timun, bayam, pisang dan kacang tanah.
5.    Masukkan masing-masing bagian bahan kedalam keranjang, kemudian disimpan dalam ruang terbuka
6.    Amati bahan setiap hari mulai hari ke-0, amati karakteristik sensori bahan (kerusakan fisik, kerusakan kimia dan kerusakan biologi) pada bahan
7.    Mendokumentasikan hasil pengamatan berupa foto, kemudian mencatat hasil pengamatan pada lembar kerja.



Cari Blog Ini

Terbaru

SYARAT TUMBUH KELAPA SAWIT

Popular Posts